Kami tulis, Kita baca

Minggu, 21 Februari 2016

SENJAKU YANG KE-595, PURNAMA KE-16, DAN HUJAN YANG ENTAH KEBERAPA

          
   Yogyakarta terlalu sederhana jika hanya disebut kota, dan terlalu biasa jika disebut istimewa. Sungguh, Yogya bahkan lebih dari sekedar kota dengan sudut2nya yang sangat istimewa. Sangat tidak mungkin bagi saya untuk melupakan Yogya dan tak menulisnya dalam paragraf hidup saya.

   Bagi saya, Yogya adalah seorang teman yang menjejalkan berbagai pelajaran, pendewasaan, pemahaman, dan kisah kehidupan. Saya jatuh cinta pada kota ini bahkan sejak awal mata saya memandang kota ini dari si burung besi. Saya hampir tak bisa ‘move on’ dari kota ini ketika pergi ke kota lain, Yogya meninggalkan residu kerinduan yang amat banyak, menggepal dan kadang menusuk kapan saja, dimana saja. 

   Di sini, saya menemukan begitu banyak harapan dan alasan untuk menjadi seorang muslimah yang lebih baik. Yogya mengajarkan pada saya bahwa ada begitu banyak harapan-harapan yang dirajut oleh mereka yang merantau jauh dari negeri seberang. Yogya mendewasakan saya dalam pemikiran, akhlak dan hati. Lebih dari itu, begitu banyak teka-teki kehidupan yang bahkan sisi rumpangnya tak dapat ditemukan. Mulai dari pengkhianatan dari orang yang sangat dipercaya, kasus penipuan berujung penyesalan, bahkan gesekan-gesekan kehidupan yang terkesan menikung kenyataan. 

   Ada begitu banyak hal krusial di Yogya yang mampu mengubah pemahaman seseorang, mulai dari paham extremistis, kapitalis, liberalis, hingga ateis. Yogya mengajarkan bahwa tak memilih bukanlah sebuah pilihan. Kerana label ‘kota pelajar’ setidaknya menjadikan para pelajar mengerti makna kedudukan. Yogya juga mengajarkan bahwa uang dalam dompet tak selamanya berharga. Bukan segalanya. Hal yang paling berharga dan mahal di kota ini adalah ketika kalian dapat duduk bersila sama-sama, menikmati gelak tawa sembari menonton masa SMA dan bertingkah konyol seperti bukan orang dewasa. 

   Oh ya, Yogya juga mengajarkan betapa Indonesia sangat ragam budayanya, setiap orang bisa belajar budaya jawa lengkap dengan aura kelembutan nya. Belajar bahwa aneka masakan di Indonesia memang menggoyangkan lidah penikmatnya. Wisata alam di Yogya juga tak bisa dipandang sebelah mata, kerena siapa saja dapat pergi menikmati peninggalan sejarah, puluhan candi dengan kisah cinta, atau hutan-hutan yang merona. Setiap orang dapat menikmati setiap sudut-sudut kota ini, melepaskan gundah, menjerit tanpa aksara kata, atau sekedar menangis tanpa suara. Semuanya bisa dilakukan disini, saat dunia memang sudah kepalang brengsek dengan tipu daya dan kefanaannya. 

   Pernahkah kalian membayangkan nikmatnya senja di bawah pohon beringin dan ‘mitos’ yg cukup terkenal? 

   Pernahkan kalian sejenak membiarkan kaki kalian melangkah didepan monumen 1 Maret 1949 sembari selfie dengan ‘pernak-pernik’ nya? 

   Pernahkah kalian menikmati sunrise di puncak merapi? 

   Atau Sunset di deretan pantai gunung kidul yang hingga kini masih menjadi primadona? 

   Yogya menyimpan begitu banyak rahasia, kerinduan yang menjadi hal lumrah namun terlalu gengsi untuk diumbar, menyimpan harapan pada sang idaman yang bahkan tak kunjung datang. Yogya membiarkan kisah-kisah mengarung jeram lebih deras daripada kali code. Yogya menjadikan kita paham bahwa kehidupan tak selamanya tentang bahagia, karena kita membutuhkan sifat lainnya, marah, sedih, kecewa. Namun yakinlah, Bahwa sang Kuasa tak akan membiarkanmu begitu saja, tetaplah dalam rengkuhan Nya, menikmati sisa usia di Yogyakarta... 
Selamat malam yogya-ku 
Bersambung......

Yogyakarta, 15 Feb 2016 (21.11 WIB) 
~ Rain ~
Share:

0 comments:

Posting Komentar