Dikisahkan, sepasang kakek nenek
yang telah hidup harmonis selama dua puluh tahun, tengah merayakan hari ulang
tahun pernikahan mereka. Mereka mengadakan pesta yang cukup meriah, karena
memang mereka orang yang sangat berkecukupan. Mereka mengundang semua kerabat
dan teman.
Hidangan dalam pesta itu sangat
mewah, mulai dari es krim, sup daging, aneka buah-buahan, dan banyak ikan. Yang
diundang juga sangat banyak. Sungguh pesta yang sangat megah.
Saat acara makan-makan dimulai,
kakek dan nenek yang sama-sama gemar makan ikan itu hendak menyantap menu
favorit mereka bersama-sama. Si kakek, yang bernama Rusli mengambil seekor ikan
yang paling besar dan meletakkannya ke atas piring. Ia lantas memotong kepala
ikan itu dan memberikannya kepada si nenek, Sukma.
Melihat itu, si nenek merasa
kecewa. Dia yang pada awalnya riang mendadang terlihat jadi murung. Si kakek
yang melihat pun bertanya kenapa, si nenek menjawab, “ Kita sudah hidup bersama
bertahun-tahun, aku selalu menerimamu apa adanya. Aku juga jalani kehidupan
kita tanpa penah mengeluh. Aku pun sering mengalah padamu. Tak jarang aku
menunda makan supaya kau bisa melayanimu makan dulu. Dan masih banyak yang
kulakukan dengan suka rela agar kau bisa bahagia.”
Melihat si nenek menangis, si
kakek semakin bingung. “Kini, saat hari bahagia kita, kau masih saja memberi
kepala ikan kepadaku. Sadarkah kau jika selama ini aku selalu makan kepala ikan
dan tak pernah sekalipun merasakan empuk dan gurihnya daging ikan? Tega sekali
kau,” ujar si nenek sambil menitikkan air mata.
Mendengar itu, si kakek terkejut
ia lantas berkata, “Istriku saying kau salah sangka. Aku memberi kepala ikan
bukan karena aku ingin menikmati dagingnya sendiri. Tahukah kau bahwa bagian
dari ikan yang paling aku sukai adalah kepalanya? Kepala ikan yang digoreng itu
sangat renyah dan gurih jika dimakan. Tapi walau begitu, aku menahan
keinginanku karena aku ingin kau saja yang menikmati enaknya kepala ikan. Biar
aku saja yang makan dagingnya, yang menurutku sama sekali tidak gurih. Saat kau
makan kepala ikan ikan dengan senyuman itu, aku mengira kau sangat bahagia.
Untuk itulah, aku berjanji pada diriku akan selalu memberikan kepala ikan
kepadamu supaya kau bisa menikmati enaknya kepala ikan dan selalu bahagia.”
Jawab si kakek dengan air mata yang telah membasahi pipinya.
Mendengar itu, si nenek merasa
bersalah. Ia pun memeluk si kakek dengan sangat erat.
0 comments:
Posting Komentar