Kami tulis, Kita baca

Senin, 12 Oktober 2015

KEPALA IKAN

Dikisahkan, sepasang kakek nenek yang telah hidup harmonis selama dua puluh tahun, tengah merayakan hari ulang tahun pernikahan mereka. Mereka mengadakan pesta yang cukup meriah, karena memang mereka orang yang sangat berkecukupan. Mereka mengundang semua kerabat dan teman.
Hidangan dalam pesta itu sangat mewah, mulai dari es krim, sup daging, aneka buah-buahan, dan banyak ikan. Yang diundang juga sangat banyak. Sungguh pesta yang sangat megah.
Saat acara makan-makan dimulai, kakek dan nenek yang sama-sama gemar makan ikan itu hendak menyantap menu favorit mereka bersama-sama. Si kakek, yang bernama Rusli mengambil seekor ikan yang paling besar dan meletakkannya ke atas piring. Ia lantas memotong kepala ikan itu dan memberikannya kepada si nenek, Sukma.
Melihat itu, si nenek merasa kecewa. Dia yang pada awalnya riang mendadang terlihat jadi murung. Si kakek yang melihat pun bertanya kenapa, si nenek menjawab, “ Kita sudah hidup bersama bertahun-tahun, aku selalu menerimamu apa adanya. Aku juga jalani kehidupan kita tanpa penah mengeluh. Aku pun sering mengalah padamu. Tak jarang aku menunda makan supaya kau bisa melayanimu makan dulu. Dan masih banyak yang kulakukan dengan suka rela agar kau bisa bahagia.”
Melihat si nenek menangis, si kakek semakin bingung. “Kini, saat hari bahagia kita, kau masih saja memberi kepala ikan kepadaku. Sadarkah kau jika selama ini aku selalu makan kepala ikan dan tak pernah sekalipun merasakan empuk dan gurihnya daging ikan? Tega sekali kau,” ujar si nenek sambil menitikkan air mata.
Mendengar itu, si kakek terkejut ia lantas berkata, “Istriku saying kau salah sangka. Aku memberi kepala ikan bukan karena aku ingin menikmati dagingnya sendiri. Tahukah kau bahwa bagian dari ikan yang paling aku sukai adalah kepalanya? Kepala ikan yang digoreng itu sangat renyah dan gurih jika dimakan. Tapi walau begitu, aku menahan keinginanku karena aku ingin kau saja yang menikmati enaknya kepala ikan. Biar aku saja yang makan dagingnya, yang menurutku sama sekali tidak gurih. Saat kau makan kepala ikan ikan dengan senyuman itu, aku mengira kau sangat bahagia. Untuk itulah, aku berjanji pada diriku akan selalu memberikan kepala ikan kepadamu supaya kau bisa menikmati enaknya kepala ikan dan selalu bahagia.” Jawab si kakek dengan air mata yang telah membasahi pipinya.
Mendengar itu, si nenek merasa bersalah. Ia pun memeluk si kakek dengan sangat erat. 

Share:

0 comments:

Posting Komentar